ads

Rabu, 15 September 2010

Askep Sinusitis

Posted by Nursing KIT and Healthy Care on 18.30 0 komentar

2.1 DEFINISI SINUSITIS Sinusitis adalah suatu keradangan yang terjadi pada sinus. Sinus sendiri adalah rongga udara yang terdapat di area wajah yang terhubung dengan hidung. Fungsi dari rongga sinus adalah untuk menjaga kelembapan hidung & menjaga pertukaran udara di daerah hidung. Rongga sinus sendiri terdiri dari 4 jenis, yaitu

a. Sinus Frontal, terletak di atas mata dibagian tengah dari masing-masing alis
b. Sinus Maxillary, terletak diantara tulang pipi, tepat disamping hidung
c. Sinus Ethmoid, terletak diantara mata, tepat di belakang tulang hidung
d. Sinus Sphenoid, terletak dibelakang sinus ethmoid & dibelakang mata

Didalam rongga sinus terdapat lapisan yang terdiri dari bulu-bulu halus yang disebut dengan cilia. Fungsi dari cilia ini adalah untuk mendorong lendir yang di produksi didalam sinus menuju ke saluran pernafasan. Gerakan cilia mendorong lendir ini berguna untuk membersihkan saluran nafas dari kotoran ataupun organisme yang mungkin ada. Ketika lapisan rongga sinus ini membengkak maka cairan lendir yang ada tidak dapat bergerak keluar & terperangkap di dalam rongga sinus. Jadi sinusitis terjadi karena peradangan didaerah lapisan rongga sinus yang menyebabkan lendir terperangkap di rongga sinus & menjadi tempat tumbuhnya bakteri.
Sinusitis paling sering mngenai sinus maksila (Antrum Highmore), karena merupakan sinus paranasal yang terbesar, letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret (drenase) dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia, dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila, ostium sinus maksila terletak di meatus medius di sekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat.

2.2 KLASIFIKASI SINUSITIS
Sinusitis sendiri dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu
1. Sinusitis akut : Suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlansung selama 3 minggu.
Macam-macam sinusitis akut : sinusitis maksila akut, sinusitis emtmoidal akut, sinus frontal akut, dan sinus sphenoid akut.
2. Sinusitis kronis : Suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlansung selama 3-8 minggu tetapi dapat juga berlanjut sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.

2.3 ETIOLOGI SINUSITIS
Pada Sinusitis Akut, yaitu:
1. Infeksi virus
Sinusitis akut bisa terjadi setelah adanya infeksi virus pada saluran pernafasan bagian atas (misalnya Rhinovirus, Influenza virus, dan Parainfluenza virus).
2. Bakteri
Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam keadaan normal tidak menimbulkan penyakit (misalnya Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae). Jika sistem pertahanan tubuh menurun atau drainase dari sinus tersumbat akibat pilek atau infeksi virus lainnya, maka bakteri yang sebelumnya tidak berbahaya akan berkembang biak dan menyusup ke dalam sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut.
3. Infeksi jamur
Infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut pada penderita gangguan sistem kekebalan, contohnya jamur Aspergillus.
4. Peradangan menahun pada saluran hidung
Pada penderita rhinitis alergi dan juga penderita rhinitis vasomotor.
5. Septum nasi yang bengkok
6. Tonsilitis yg kronik

Pada Sinusitis Kronik, yaitu:
1. Sinusitis akut yang sering kambuh atau tidak sembuh.
2. Alergi
3. Karies dentis ( gigi geraham atas )
4. Septum nasi yang bengkok sehingga menggagu aliran mucosa.
5. Benda asing di hidung dan sinus paranasal
6. Tumor di hidung dan sinus paranasal.

2.4 MANIFESTASI KLINIK
2.4.1 Sinusitis maksila akut
Gejala : Demam, pusing, ingus kental di hidung, hidung tersumbat, nyeri pada pipi terutama sore hari, ingus mengalir ke nasofaring, kental kadang-kadang berbau dan bercampur darah.
2.4.2 Sinusitis etmoid akut
Gejala : ingus kental di hidung dan nasafaring, nyeri di antara dua mata, dan pusing.
2.4.3 Sinusitis frontal akut
Gejala : demam,sakit kepala yang hebat pada siang hari,tetapi berkurang setelah sore hari, ingus kental dan penciuman berkurang.
2.4.4 Sinusitis sphenoid akut
Gejala : nyeri di bola mata, sakit kepala, ingus di nasofaring
2.4.5 Sinusitis Kronis
Gejala : pilek yang sering kambuh, ingus kental dan kadang-kadang berbau,selalu terdapat ingus di tenggorok, terdapat gejala di organ lain misalnya rematik, nefritis, bronchitis, bronkiektasis, batuk kering, dan sering demam.

2.5 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
2.5.1 Rinoskopi anterior
Tampak mukosa konka hiperemis, kavum nasi sempit, dan edema.Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak mukopus atau nanah di meatus medius, sedangkan pada sinusitis ethmoid posterior dan sinusitis sfenoid nanah tampak keluar dari meatus superior.
2.5.2 Rinoskopi posterior : Tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).
2.5.3 Dentogen : Caries gigi (PM1,PM2,M1)
2.5.4 Transiluminasi (diaphanoscopia)
Sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan transiluminasi bermakna bila salah satu sisi sinus yang sakit, sehingga tampak lebih suram dibanding sisi yang normal.

2.5.5 X Foto sinus paranasalis:
Pemeriksaan radiologik yang dibuat ialah Posisi Water’s, Posteroanterior dan Lateral. Akan tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan udara (air fluid level) pada sinus yang sakit.
Posisi Water’s adalah untuk memproyeksikan tulang petrosus supaya terletak di bawah antrum maksila, yakni dengan cara menengadahkan kepala pasien sedemikian rupa sehingga dagu menyentuh permukaan meja. Posisi ini terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila, frontal dan etmoid. Posisi Posteroanterior untuk menilai sinus frontal dan Posisi Lateral untuk menilai sinus frontal, sphenoid dan etmoid

2.5.6 Pemeriksaan CT -Scan
Pemeriksaan CT-Scan merupakan cara terbaik untuk memperlihatkan sifat dan sumber masalah pada sinusitis dengan komplikasi. CT-Scan pada sinusitis akan tampak : penebalan mukosa, air fluid level, perselubungan homogen atau tidak homogen pada satu atau lebih sinus paranasal, penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada kasus-kasus kronik).Hal-hal yang mungkin ditemukan pada pemeriksaan CT-Scan :
a. Kista retensi yang luas, bentuknya konveks (bundar), licin, homogen, pada pemeriksaan CT-Scan tidak mengalami ehans. Kadang sukar membedakannya dengan polip yang terinfeksi, bila kista ini makin lama makin besar dapat menyebabkan gambaran air-fluid level.
b. Polip yang mengisi ruang sinus
c. Polip antrokoanal
d. Massa pada cavum nasi yang menyumbat sinus
e. Mukokel, penekanan, atrofi dan erosi tulang yang berangsur-angsur oleh massa jaringan lunak mukokel yang membesar dan gambaran pada CT Scan sebagai perluasan yang berdensitas rendah dan kadang-kadang pengapuran perifer.
2.5.7 Pemeriksaan di setiap sinus
a. Sinusitis maksila akut
Pemeriksaan rongga hidung akan tampak ingus kental yang kadang-kadang dapat terlihat berasal dari meatus medius mukosa hidung. Mukosa hidung tampak membengkak (edema) dan merah (hiperemis). Pada pemeriksaan tenggorok, terdapat ingus kental di nasofaring.
Pada pemeriksaan di kamar gelap, dengan memasukkan lampu kedalam mulut dan ditekankan ke langit-langit, akan tampak pada sinus maksila yang normal gambar bulan sabit di bawah mata. Pada kelainan sinus maksila gambar bulan sabit itu kurang terang atau tidak tampak. Untuk diagnosis diperlukan foto rontgen. Akan terlihat perselubungan di sinus maksila, dapat sebelah (unilateral), dapat juga kedua belah (bilateral ).

b. Sinusitis etmoid akut
Pemeriksaan rongga hidung, terdapat ingus kental, mukosa hidung edema dan hiperemis. Foto roentgen, akan terdapat perselubungan di sinus etmoid.
c. Sinusitis frontal akut
Pemeriksaan rongga hidung, ingus di meatus medius. Pada pemeriksaan di kamar gelap, dengan meletakkan lampu di sudut mata bagian dalam, akan tampak bentuk sinus frontal di dahi yang terang pada orang normal, dan kurang terang atau gelap pada sinusitis akut atau kronis. Pemeriksaan radiologik, tampak pada foto roentgen daerah sinus frontal berselubung.
d. Sinusitis sfenoid akut
Pemeriksaan rongga hidung, tampak ingus atau krusta serta foto rontgen.

2.6 PENATALAKSANAAN
2.6.1 Penatalaksanaan Medis
1. Drainage
a. Dengan pemberian obat, yaitu
Dekongestan local : efedrin 1%(dewasa) ½%(anak).
Dekongestan oral :P sedo efedrin 3 X 60 mg.
b. Surgikal dengan irigasi sinus maksilaris.
2. Pemberian antibiotik dalam 5-7 hari (untuk Sinusitis akut) yaitu :
a. Ampisilin 4 X 500 mg
b. Amoksilin 3 x 500 mg
c. Sulfametaksol=TMP (800/60) 2 x 1tablet
d. Diksisiklin 100 mg/hari.
3. Pemberian obat simtomatik
Contohnya parasetamol., metampiron 3 x 500 mg.
4. Untuk Sinusitis kromis bisa dengan
a. Cabut geraham atas bila penyebab dentogen
b. Irigasi 1 x setiap minggu ( 10-20)
c. Operasi Cadwell Luc bila degenerasi mukosa ireversibel (biopsi).

2.6.2 Penatalaksanaan Pembedahan
Pencucian sinus paranasal :
a. Pada sinus maksila
Dilakukan fungsi sinus maksila, dan dicuci 2 kali seminggu dengan larutan garam fisiologis. Caranya ialah, dengan sebelumnya memasukkan kapas yang telah diteteskan xilokain dan adrenalin ke daerah meatus inferior. Setelah 5 menit, kapas dikeluarkan, lalu dengan trokar ditusuk di bawah konka inferior, ujung trokar diarahkan ke batas luar mata. Setelah tulang dinding sinus maksila bagian medial tembus, maka jarum trokar dicabut, sehingga tinggal pipa selubungnya berada di dalam sinus maksila. Pipa itu dihubungkan dengan semprit yang berisi larutan garam fisiologis, atau dengan balon yang khusus untuk pencucian sinus itu.
Pasien yang telah ditataki plastik di dadanya, diminta untuk membuka mulut. Air cucian sinus akan keluar dari mulut, dan ditampung di tempat bengkok.
Tindakan ini diulang 3 hari kemudian. Karena sudah ada lubang fungsi, maka untuk memasukkan pipa dipakai trokar yang tumpul. Tapi tindakan seperti ini dapat menimbulkan kemungkinan trokar menembus melewati sinus ke jaringan lunak pipi,dasar mata tertusuk karena arah penusukan salah, emboli udara karena setelah menyemprot dengan air disemprotkan udara dengan maksud mengeluarkan seluruh cairn yang telah dimasukkan serta perdarahan karena konka inferior tertusuk. Lubang fungsi ini dapat diperbesar, dengan memotong dinding lateral hidung, atau dengan memakai alat, yaitu busi. Tindakan ini disebut antrostomi, dan dilakukan di kamar bedah, dengan pasien yang diberi anastesi.

b. Pada sinus frontal, etmoid dan sfenoid
Pencucian sinus dilakukan dengan pencucian Proetz. Caranya ialah dengan pasien ditidurkan dengan kepala lebih rendah dari badan. Kedalam hidung diteteskan HCL efedrin 0,5-1,5 %. Pasien harus menyebut “kek-kek” supaya HCL efedrin yang diteteskan tidak masuk ke dalam mulut, tetapi ke dalam rongga yang terletak dibawah ( yaitu sinus paranasal, oleh karena kepala diletakkan ebih rendah dari badan). Ke dalam lubang hidung dimasukkan pipa gelas yang dihubungkan dengan alat pengisap untuk menampung ingus yang terisap dari sinus. Pada pipa gelas itu dibuat lubang yang dapat ditutup dan dibuka dengan ujung jari jempol. Pada waktu lubang ditutup maka akan terisap ingus dari sinus. Pada waktu meneteskan HCL ini, lubang di pipa tidak ditutup. Tindakan pencucian menurut cara ini dilakukan 2 kali seminggu.

Pembedahan, dilakukan :
a. bila setelah dilakukan pencucian sinus 6 kali ingus masih tetap kental.
b. bila foto rontgen sudah tampak penebalan dinding sinus paranasal.
Persiapan sebelum pembedahan perlu dibuat foto ( pemeriksaan) dengan CT scan.

Macam pembedahan sinus paranasal
1. Sinus maksila
a. Antrostomi, yaitu membuat saluran antara rongga hidung dengan sinus maksila di bagian lateral konka inferior. Gunanya ialah untuk mengalirkan nanah dan ingus yang terkumpul di sinus maksila.
Alat yang perlu disiapkan ialah :
- alat fungsi sinus maksila
- semprit untuk mencuci
- pahat untuk memotong dinding lateral hidung
- alat pengisap
- tampon kapas atau kain kasa panjang yang diberi salep
Tindakan dilakukan di kamar besdah, dengan pembiusan ( anastesia ), dan pasien dirawat selama 2 hari.
Perawatan pasca tindakan :
- beri antrostomi dilakukan pada kedua belah sinus maksila, maka kedua belah hidung tersumbat oleh tampon. Olehkarena itu pasien harus bernafas melalui mulut, dan makanan yang diberikan harus lunak.
- tampon diangkat pada hari ketiga, setelah itu, bila tidak terdapat perdarahan, pasien boleh pulang.
b. Operasi Caldwell-Luc
Operasi ini ialah membuka sinus maksila, dengan menembus tulang pipi. Supaya tidak terdapat cacat di muka, maka insisis dilakukan di bawah bibir, di bagian superior ( atas ) akar gigi geraham 1 dan 2. Kemudian jaringan diatas tulang pipi diangkat kearah superior, sehingga tampak tulang sedikit di atas cuping hidung, yang disebut fosa kanina. Dengan pahat atau bor tulang itu dibuka, dengan demikian rongga sinus maksila kelihatan. Dengan cunam pemotong tulang lubang itu diperbesar. Isi sinus maksila dibersihkan. Seringkali akan terdapat jaringan granulasi atau polip di dalam sinus maksila. Setelah sinus bersih dan dicuci dengan larutan bethadine, maka dibuat anthrostom. Bila terdapat banyak perdarahan dari sinus maksila, maka dimasukkan tampon panjang serta pipa dari plastik, yang ujungnya disalurkan melalui antrostomi ke luar rongga hidung. Kemudian luka insisi dijahit.
Perawatan pasca bedah :
- beri kompres es di pipi, untuk mencegah pembengkakan di pipi pasca-bedah.
- perhatikan keadaan umum : nadi, tensi,suhu
- perhatikan apakah ada perdarahan mengalir ke hidung atau melalui mulut. Apabila terdapat perdarahan, maka dokter harus diberitahu.
- makanan lunak
-tampon dicabut pada hari ketiga.

2. Sinus etmoid
Pembedahan untuk membersihkan sinus etmoid, dapat dilakukan dari dalam hidung (intranasal) atau dengan membuat insisi di batas hidung dengan pipi (ekstranasal).
a. Etmoidektomi intranasal
Alat yang diperlukan ialah :
a. spekulum hidung
b. cunam pengangkat polip
c. kuret ( alat pengerok )
d. alat pengisap
e. tampon
Tindakan dilakukan dengan pasien dibius umum ( anastesia). Dapat juga dengan bius lokal (analgesia). Setelah konka media di dorong ke tengah, maka dengan cunam sel etmoid yang terbesar ( bula etmoid ) dibuka. Polip yang ditemukan dikeluarkan sampai bersih. Sekarang tindakan ini dilakukan dengan menggunakan endoskop, seh igga apa yang akan dikerjakan dapat dilihat dengan baik.
Perawatan pasca-bedah yang terpenting ialah memperhatikan kemungkinan perdarahan.
b. Etmoidektomi ekstranasal
Insisi dibuat di sudut mata, pada batas hidung dan mata. Di daerah itu sinus etmoid dibuka, kemudian dibersihkan.

3. Sinus frontal
Pembedahan untuk membuka sinus frontal disebut operasi Killian. Insisi dibuat seperti pada insisi etmoidektomi ekstranasal, tetapi kemudian diteruskan ke atas alis.Tulang frontal dibuka dengan pahat atau bor, kemudian dibersihkan. Salurannya ke hidung diperikasa, dan bila tersumbat, dibersihkan. Setelah rongga sinus frontal bersih, luka insisi dijahit, dan diberi perban-tekan. Perban dibuka setelah seminggu.
Seringkali pembedahan untuk membuka sinus frontal dilakukan bersama dengan sinus etmoid, yang disebut fronto-etmoidektomi.

4. Sinus sfenoid
Pembedahan untuk sinus sfenoid yang aman sekarang ini ialah dengan memakai endoskop. Biasanya bersama dengan pembersihan sinus etmoid dan muara sinus maksila serta muara sinus frontal, yang disebut Bedah Endoskopi Sinus Fungsional.

Bedah endoskopi sinus fungsional ( FESS=functional endoscopic sinus surgery)
Cara pemeriksaan ini ialah dengan mempergunakan endoskop, tanpa melakukan insisis di kulit muka.
Endoskop dimasukkan ke dalam rongga hidung. Karena endoskop ini dihubungkan dengan monitor (seperti televisi), maka dokter juga melakukan pembedahan tidak perlu melihat kedalam endoskop, tetapi cukup dengan melihat monitor.
Dengan bantuan endoskop dapat dibersihkan daerah muara sinus, seperti daerah meatus medius untuk sinus maksila, sinus etmoid anterior dan sinus frontal.
Endoskop juga dapat dimasukkan kedalam sinus etmoid anterior dan posterior untuk membuka sel-sel sinus etmoid. Kemudian dapat diteruskan kedalam sinus sfenoid yang terletak dibelakang sinus etmoid apabila di CT scan terdapat kelainan di sinus sfenoid.
Sekitar sinus yang sakit dibersihakan, dilihat juga muara sinus-sinus yang lain. Setelah selesai, rongga hidung di tampoan untuk mencegah perdarahan. Tampon dicabut pada hari ketiga.

2.7 KOMPLIKASI
2.7.1 Kelainan pada Orbita
Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang tersering. Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi ethmoidalis akut, namun sinus frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita dan dapat menimbulkan infeksi isi orbita juga.
Pada komplikasi ini terdapat lima tahapan :
a. Peradangan atau reaksi edema yang ringan.
Terjadi pada isi orbita akibat infeksi sinus ethmoidalis didekatnya. Keadaan ini terutama ditemukan pada anak, karena lamina papirasea yang memisahkan orbita dan sinus ethmoidalis sering kali merekah pada kelompok umur ini.
b. Selulitis orbita
Edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi orbita namun pus belum terbentuk.
c. Abses subperiosteal
Pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang orbita menyebabkan proptosis dan kemosis.
d. Abses orbita
Pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita. Tahap ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan unilateral yang lebih serius. Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang tersering dan kemosis konjungtiva merupakan tanda khas abses orbita, juga proptosis yang makin bertambah.
e. Thrombosis sinus kavemosus
Akibat penyebaran bakteri melalui saluran vena kedalam sinus kavernosus, kemudian terbentuk suatu tromboflebitis septik.

2.7.2 Kelainan intracranial
a. Meningitis akut
Salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis akut, infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau langsung dari sinus yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus frontalis atau melalui lamina kribriformis di dekat sistem sel udara ethmoidalis.

b. Abses dura
Kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium, sering kali mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat, sehingga pasien hanya mengeluh nyeri kepala dan sebelum pus yang terkumpul mampu menimbulkan tekanan intra kranial.
c. Abses subdural
Kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid atau permukaan otak. Gejala yang timbul sama dengan abses dura.
d. Abses otak
Setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka dapat terjadi perluasan metastatik secara hematogen ke dalam otak.

2.7.3 Osteitis dan Osteomylitis.
Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang frontalis adalah infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat sangat berat. Gejala sistemik berupa malaise, demam dan menggigil.

2.7.4 Mukokel
Suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam sinus, kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut sebagai kista retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya.
Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar dan melalui atrofi tekanan mengikis struktur sekitarnya. Kista ini dapat bermanifestasi sebagai pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke lateral. Dalam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan penglihatan dengan menekan saraf didekatnya.

2.7.5 Pyokokel.
Mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama dengan mukokel meskipun lebih akut dan lebih berat.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN
3.1.1 Data Demografi
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.

3.1.2 Riwayat Sakit dan Kesehatan
1. Keluhan utama
Biasanya klien mengeluh nyeri kepala sinus dan tenggorokan

2. Riwayat penyakit saat ini
Klien mengeluh hidung tersumbat, pilek yang sering kambuh, demam, pusing, ingus kental di hidung, nyeri di antara dua mata, penciuman berkurang.
3. Riwayat penyakit dahulu
a. Klien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma.
b. Klien pernah mempunyai riwayat penyakit THT.
c. Klien pernah menderita sakit gigi geraham.
4. Riwayat penyakit keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
5. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
a. Intrapersonal : Perasaan yang dirasakan klien ( cemas atau sedih )
b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain
6. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup
Contohnya untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping
b. Pola nutrisi dan metabolism
Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung.
c. Pola istirahat dan tidur
Adakah indikasi klien merasa tidak dapat istirahat karena sering flu.
d. Pola persepsi dan konsep diri
Klien sering flu terus menerus dan berbau yang menyebabakan konsep diri menurun.
e. Pola sensorik
Daya penciuman klien terganggu kaena hidung buntu akibat flu terus menerus ( baik purulen, serous maupun mukopurulen ).
3.1.3 Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
Pemeriksaan fisik pada klien dengan sinusitis meliputi pemeriksaan fisik umum per system dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone).
1. Pernafasan B1 (breath)
a. Bentuk dada : normal
b. Pola napas : tidak teratur
c. Suara napas : ronkhi
d. Sesak napas : ya
e. Batuk : tidak
f. Retraksi otot bantu napas ; ya
g. Alat bantu pernapasan : ya (O2 2 lpm)
2. Kardiovaskular B2 (blood)
a. Irama jantung : regular
b. Nyeri dada : tidak
c. Bunyi jantung ; normal
d. Akral : hangat
3. Persyarafan B3 (brain)
a. Penglihatan (mata) : normal
b. Pendengaran (telinga) : tidak ada gangguan
c. Penciuman (hidung) : ada gangguan
d. Kesadaran: gelisah
e. Reflek: normal
4. Perkemihan B4 (bladder)
a. Kebersihan : bersih
b. Bentuk alat kelamin : normal
c. Uretra : normal
d. Produksi urin: normal
5. Pencernaan B5 (bowel)
a. Nafsu makan : menurun
b. Porsi makan : setengah
c. Mulut : bersih
d. Mukosa : lembap
6. Muskuloskeletal/integument B6 (bone)
a. Kemampuan pergerakan sendi : bebas
b. Kondisi tubuh: kelelahan

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efetif berhubungan dengan obstruksi / adanya secret yang mengental.
2. Nyeri berhubungan dengan peradangan pada hidung.
3. Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan manurun sekunder dari peradangan dengan sinus.
5. Gangguan istirahat dan tidur berhubungan dengan hidung tersumbat, nyeri sekunder akibat peradangan hidung.
6. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur tindakan medis ( irigasi sinus / operasi )

3.3 INTERVENSI
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi / adanya secret yang mengental.
Tujuan : bersihan jalan nafas menjadi efektif setelah secret dikeluarkan.
Kriteria hasil :
- Respiratory Rate 16-20x/menit
- Suara napas tambahan tidak ada
- Ronkhi (-)
- Dapat melakukan batuk efektif

INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji penumpukan secret yang ada

b. Observasi tanda-tanda vital.

c. Ajarkan batuk efektif

d. Koaborasi nebulizing dengan tim medis untuk pembersihan secret

e. Evaluasi suara napas, karakteristik sekret, kemampuan batuk efektif
a. Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya
b. Mengetahui perkembangan klien sebelum dilakukan operasi.
c. Mengeluarkan sekret di jalan napas

d. Kerjasama untuk menghilangkan penumpukan secret.

e. Ronkhi (-) mengindikasikan tidak ada cairan/sekret pada paru, jumlah, konsistensi, warna sekret dikaji untuk tindakan selanjutnya

2. Nyeri berhubungan dengan peradangan pada hidung.
Tujuan : Nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi oleh klien
Kriteria hasil :
- Klien mengungkapkan nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi
- Klien tidak merasa kesakitan.
- Dapat mengidentifikasi aktifitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien tidak gelisah, skala nyeri 0-1 atau teradaptasi
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-4

b. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman.

c. Mengajarkan tehnik relaksasi dan metode distraksi

d. Kolaborasi analgesic

e. Observasi tingkat nyeri dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian analgesik untuk mengkaji efektivitasnya dan setiap 1-2 jam setelah tindakan perawatan selama 1-2 hari.
a. Nyeri merupakan respon subjektif yang bisa dikaji menggunakan skala nyeri. Klien melaporkan nyeri biasanya di atas tingkat cidera.
b. Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.

c. Akan melancarkan peredaran darah, dan dapat mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan

d. Analgesik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri berkurang

e. Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang objektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.

3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan manurun sekunder akibat peradangan dengan sinus.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi dengan adekuat
Kriteria hasil :
- Antropometri: berat badan tidak turun (stabil), tinggi badan, lingkar lengan
- Biokimia: albumin normal dewasa (3,5-5,0) g/dl
Hb normal (laki-laki 13,5-18 g/dl, perempuan 12-16 g/dl)
- Clinis: tidak tampak kurus, terdapat lipatan lemak, rambut tidak jarang dan merah
- Diet: klien menghabiskan porsi makannya dan nafsu makan bertambah
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji pemenuhan kebutuhan nutrisi klien

b. Jelaskan pentingnya makanan bagi proses penyembuhan.

c. Mencatat intake dan output makanan klien.

d. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk membantu memilih makanan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi selama sakit

e. Manganjurkn makan sedikit- sedikit tapi sering.

f. Menyarankan kebiasaan untuk oral hygine sebelum dan sesudah makan

a. Mengetahui kekurangan nutrisi klien.

b. Dengan pengetahuan yang baik tentang nutrisi akan memotivasi untuk meningkatkan pemenuhan nutrisi.

c. Mengetahui perkembangan pemenuhan nutrisi klien.

d. Ahli gizi adalah spesialisasi dalam ilmu gizi yang membantu klien memilih makanan sesuai dengan keadaan sakitnya, usia, tinggi, berat badannya.

e. Dengan sedikit tapi sering mengurangi penekanan yang berlebihan pada lambung.

f. Meningkatkan selera makan klien.

4. Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi
Tujuan : suhu tubuh kembali dalam keadaan normal
Kriteria hasil :
- suhu tubuh 36,5-37,5 C
- kulit hangat dan lembab, membran mukosa lembab
INTERVENSI RASIONAL
a. Monitoring perubahan suhu tubuh

b. Mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh dengan pemasangan infus

c. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik guna mengurangi proses peradangan (inflamasi)

d. Anjurkan pada pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang optimal sehingga metabolisme dalam tubuh dapat berjalan lancar a. Suhu tubuh harus dipantau secara efektif guna mengetahui perkembangan dan kemajuan dari pasien.
b. Cairan dalam tubuh sangat penting guna menjaga homeostasis (keseimbangan) tubuh. Apabila suhu tubuh meningkat maka tubuh akan kehilangan cairan lebih banyak.
c. Antibiotik berperan penting dalam mengatasi proses peradangan (inflamasi)

d. Jika metabolisme dalam tubuh berjalan sempurna maka tingkat kekebalan/ sistem imun bisa melawan semua benda asing (antigen) yang masuk.

5. Gangguan istirahat dan tidur berhubungan dengan hidung tersumbat, nyeri sekunder akibat peradangan hidung.
Tujuan : Klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman.
Kriteria hasil :
- Klien tidur 6 – 8 jam sehari.
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji kebutuhan tidur klien.

b. Menciptakan suasana yang nyaman.

c. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat a. Mengetahui permasalahan klien dalam pemenuhan kebutuhan istirahat atau tidur.
b. Supaya klien dapat tidur dengan nyaman dan tenang.
c. Pernafasan dapat efektif kembali lewat hidung

6. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur tindakan medis ( irigasi sinus / operasi ).
Tujuan : Perasaan cemas klien berkurang atau hilang.
Kriteria hasil :
- Klien dapat menggambarkan tingkat keemasa dan pola kopingnya.
- Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang di deritanya serta pengobatannya.
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji tingkat kecemasan klien
b. Berikan kenyamanan dan ketentraman pada klien dengan,
- Temani klien
- Perlihatkan rasa empati ( datang dengan menyentuh klien )
c. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya secara perlahan dan tenang serta menggunakan kalimat yang jelas, singkat dan mudah dimengerti
d. Menjauhkan stimulasi yang berlebihan misalnya :
- Tempatkan klien diruangan yang lebih tenang.
- Batasi kontak dengan orang lain atau klien lain yang kemungkinan mengalami kecemasan
e. Observasi tanda-tanda vital.
f. Bila perlu , kolaborasi dengan tim medis. a. Menentukan tindakan selanjutnya.
b. Memudahkan penerimaan klien terhadap informasi yang diberikan.

c. Meingkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan terapi untuk penyakit tersebut sehingga klien lebih kooperatif.

d. Dengan menghilangkan stimulus yang mencemaskan akan meningkatkan ketenangan klien.

e. Mengetahui perkembangan klien secara dini.
f. Obat dapat menurunkan tingkat kecemasan klien.

Continue...


Askep Katarak

Posted by Nursing KIT and Healthy Care on 18.22 0 komentar

ASKEP KATARAK

2.1. Definisi Katarak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan lensa), denaturasi protein lensa atau dapat juga akibat dari kedua-duanya yang biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progesif. (Mansjoer,2000;62)
Kekeruhan ini terjadi akibat gangguan metabolisme normal lensa yang dapat timbul pada berbagai usia tertentu. Katarak dapat terjadi pada saat perkembangan serat lensa masih berlangsung atau sesudah serat lensa berhenti dalam perkembangannya dan telah memulai proses degenerasi. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif. Katarak mengakibatkan pengurangan visus oleh suatu tabir/layar yang diturunkan di dalam mata, seperti melihat air terjun. Penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Jumlah dan bentuk kekeruhan pada setiap lensa mata dapat bervariasi.
2.2. Etiologi
1. Ketuaan ( Katarak Senilis )
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia seseorang. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada usia 60 tahun keatas.
2. Trauma
Cedera mata dapat mengenai semua umur seperti pukulan keras, tusukan benda, terpotong, panas yang tinggi, dan bahan kimia dapat merusak lensa mata dan keadaan ini disebut katarak traumatik.
3. Penyakit mata lain ( Uveitis )
4. Penyakit sistemik ( Diabetes Mellitus )
5. Defek kongenital
Salah satu kelainan herediter sebagai akibat dari infeksi virus prenatal seperti German measles atau rubella. Katarak kongenitalis bisa merupakan penyakit keturunan ( diwariskan secara autosomal domonan ) atau bisa disebabkan oleh :
 Infeksi congenital, seperti campak jerman ( german measles )
 Berhubungan dengan penyakit metabolik, seperti galaktosemia (kadar gula yang meningkat).
Factor resiko terjadinya katarak kongenitalis adalah :
 Penyakit metabolik yang diturunkan
 Riwayat katarak dalam keluarga
 Infeksi virus pada ibu ketika bayi masih dalam kandungan.
Penyebab katarak lainnya meliputi :

  • Faktor keturunan.
  • Cacat bawaan sejak lahir.
  • Masalah kesehatan, misalnya diabetes.
  • Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid.
  • gangguan metabolisme seperti DM (Diabetus Melitus)
  • gangguan pertumbuhan,
  • Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam waktu yang cukup lama.
  • Rokok dan Alkohol
  • Operasi mata sebelumnya.
  • Faktor-faktor lainnya yang belum diketahui.

Faktor yang mempengaruhi terjadinya katarak adalah:
 Kadar kalsium yang rendah
 Diabetes mellitus
 Pemakaian kortikosteroid jangka panjang
 Berbagai penyakit peradangan dan penyakit metabolik
 Faktor lingkungan ( trauma, penyinaran, sinar ultraviolet )
2.3. Klasifikasi
Berdasarkan garis besar katarak dapat diklasifikasikan dalam golongan berikut :
1) Katarak perkembangan ( developmental ) dan degenerative.
2) Katarak trauma : katarak yang terjadi akibat trauma pada lensa mata.
3) Katarak komplikata (sekunder) : penyakit infeksi tertentu dan penyakit seperti DM dapat mengakibatkan timbulnya kekeruhan pada lensa yang akan menimbulkan katarak komplikata.
4) Berdasarkan usia pasien, katarak dapat di bagi dalam :
a. Katarak kongeniatal : katarak yang di temukan pada bayi ketika lahir (sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun)
b. Katarak juvenil : katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun dan di bawah usia 40 tahun
c. Katarak presenil, yaitu katarak sesudah usia 30-40 tahun
d. Katarak senilis : katarak yang terjadi pada usia lebih dari 40 tahun. Jenis katarak ini merupakan proses degeneratif ( kemunduran ) dan yang paling sering ditemukan.
Adapun tahapan katarak senilis adalah :
a) Katarak insipien : pada stadium insipien (awal) kekeruhan lensa mata masih sangat minimal, bahkan tidak terlihat tanpa menggunakan alat periksa. Kekeruhan lensa berbentuk bercak-bercak kekeruhan yang tidak teratur.penderita pada stadium ini seringkali tidak merasakan keluhan atau gangguan pada penglihatanya sehingga cenderung diabaikan.
b) Katarak immataur : lensa masih memiliki bagian yang jernih
c) Katarak matur : Pada stadium ini proses kekeruhan lensa terus berlangsung dan bertambah sampai menyeluruh pada bagian lensa sehingga keluhan yang sering disampaikan oleh penderita katarak pada saat ini adalah kesulitan saat membaca, penglihatan menjadi kabur, dan kesulitan melakukan aktifitas sehari-hari. Selain keluhan tesebut ada beberapa gejala yang dialami oleh penderita katarak, seperti :
1) Penglihatan berkabut atau justru terlalu silau saat melihat cahaya.
2) Warna terlihat pudar.
3) Sulit melihat saat malam hari.
4) Penglihatan ganda saat melihat satu benda dengan satu mata. Gejala ini terjadi saat katarak bertambah luas.
d) Katarak hipermatur : terdapat bagian permukaan lensa yang sudah merembes melalui kapsul lensa dan bisa menyebabkan perdangan pada struktur mata yang lainya.

2.4 Manifestasi Klinis
Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan fungsional sampai derajat tertentu yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi. Temuan objektif biasanya meliputi pengembunann seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan menjadi kabur atau redup, menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih. Pengelihatan seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar putih ,sehingga refleks cahaya pada mata menjadi negatif.
Katarak biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun dan ketika katarak sudah sangat memburuk lensa yang lebih kuat pun tidak akan mampu memperbaiki penglihatan. Orang dengan katarak secara khas selalu mencari cara untuk menghindari silau yang berasal dari cahaya yang salah arah. Misalnya dengan mengenkan topi berkelapak lebar atau kaca mata hitam dan menurunkan pelindung cahaya saat mengendarai mobil pada siang hari.
Gejala umum gangguan katarak meliputi :

  • Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
  • Peka terhadap sinar atau cahaya.
  • Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia).
  • Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
  • Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.

Gangguan penglihatan bisa berupa :
 Kesulitan melihat pada malam hari
 Melihat lingkaran di sekeliling cahaya atau cahaya terasa menyilaukan mata
 Penurunan ketajaman penglihatan ( bahkan pada siang hari )
Gejala lainya adalah :
 Sering berganti kaca mata
 Penglihatan sering pada salah satu mata.
Kadang katarak menyebabkan pembengkakan lensa dan peningkatan tekanan di dalam mata ( glukoma ) yang bisa menimbulkan rasa nyeri.
2.5. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambah usia, nucleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi, perubahan pada serabut halus multiple (zunula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan Kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistematis, seperti DM, namun sebenarnya merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang secara kronik dan matang ketika orang memasuki dekade ke tujuh. Katarak dapat bersifat kongenital dan harus diidentifikasi awal karena bila tidak didiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering yang berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alcohol, merokok, DM, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama.
2.6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada penderita katarak adalah sebagai berikut :
1) Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit sistem saraf, penglihatan ke retina.
2) Lapang Penglihatan : penurunan mungkin karena massa tumor, karotis, glukoma.
3) Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg)
4) Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma.
5) Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe glukoma
6) Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan.
7) Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
8) EKG, kolesterol serum, lipid
9) Tes toleransi glukosa : kontrol DM
10) Keratometri.
11) Pemeriksaan lampu slit.
12) A-scan ultrasound (echography).
13) Penghitungan sel endotel penting u/ fakoemulsifikasi & implantasi.
14) USG mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak.
2.7. Penatalaksanaan
2.7.1 Pencegahan
Disarankan agar banyak mengkonsumsi buah-buahan yang banyak mengandung vit.C ,vit.A dan vit E.
2.7.2 Penatalaksanaan medis
Bila penglihatan dapat dikoreksi dengan dilator pupil dan refraksi kuat sampai ke titik di mana pasien melakukan aktivitas sehari-hari, maka penanganan biasanya konservatif.
Pembedahan diindikasikan bagi mereka yang memerlukan penglihatan akut untuk bekerja ataupun keamanan. Biasanya diindikasikan bila koreksi tajam penglihatan yang terbaik yang dapat dicapai adalah 20/50 atau lebih buruk lagi bila ketajaman pandang mempengaruhi keamanan atau kualitas hidup, atau bila visualisasi segmen posterior sangat perlu untuk mengevaluasi perkembangan berbagai penyakit retina atau saraf optikus, seperti diabetes dan glaukoma.
Pembedahan katarak terdiri dari pengangkatan lensa dan menggantinya dengan lensa buatan.
1) Pengangkatan lensa
Ada dua macam teknik pembedahan ynag bias digunakan untuk mengangkat lensa:
 Pembedahan ekstrakapsuler : lensa diangkat dengan meninggalkan kapsulnya.
 Pembedahan intrakapsuler : pengangkatan lensa beserta kapsulnya. Namun, saat ini pembedahan intrakapsuler sudah jarang dilakukan.

2) Penggantian lensa
Penderita yang telah menjalani pembedahan katrak biasanya akan mendapatkan lensa buatan sebagai pengganti lensa yang teleh diangkat. Lensa buatan ini merupakan lempengan plastik yang disebut lensa intraokuler dan biasanya lensa intraokuler dimasukkan ke dalam kapsul lensa di dalam mata.
Untuk mencegah infeksi, mengurangi peradangan, dan mempercepat penyembuhan selama beberapa minggu setelah pembedahan di berikan tetes mata atau salep. Untuk melindungi mata dari cedera, penderita sebaiknya menggunakan kaca mata atau pelindung mata yang terbuat dari logam sampai luka pembedahan benar-benar sembuh. Adapaun penatalaksanaan pada saat post operasi antara lain :
1. Pembatasan aktivitas, pasien yang telah melaksanakan pembedahan diperbolehkan :
 Menonton televisi; membaca bila perlu, tapi jangan terlalu lama
 Mengerjakan aktivitas biasa tapi dikurangi
 Pada awal mandi waslap selanjutnya menggunakan bak mandi atau pancuran
 Tidak boleh membungkuk pada wastafel atau bak mandi; condongkan sedikit kepala kebelakang saat mencuci rambut
2. Tidur dengan perisai pelindung mata logam pada malam hari; mengenakan kacamata pada siang hari
3. Ketika tidur, berbaring terlentang atau miring pada posisi mata yang tidak dioperasi, dan tidak boleh telengkup
4. Aktivitas dengan duduk
5. Mengenakan kacamata hitam untuk kenyamanan
6. Berlutut atau jongkok saat mengambil sesuatu dari lantai
7. Dihindari (paling tidak selama 1 minggu)
 Tidur pada sisi yang sakit
 Menggosok mata, menekan kelopak untuk menutup
 Mengejan saat defekasi
 Memakai sabun mendekati mata
 Mengangkat benda yang lebih dari 7 Kg
 Berhubungan seks
 Mengendarai kendaraan
 Batuk, bersin, dan muntah
 Menundukkan kepala sampai bawah pinggang, melipat lutut saja dan punggung tetap lurus untuk mengambil sesuatu dari lantai.
2.8. Komplikasi
Penyulit yg terjadi berupa visus tdk akan mencapai 5/5 à ambliopia sensori.
Komplikasi yang terjadi nistagmus dan strabismus dan bila katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan dapat menimbulkan komplikasi berupa Glaukoma dan Uveitis.
2.9. Prognosis
Penderita penyakit katarak memiliki prognosis untuk menjadi lebih baik setelah dilakukan pembedahan dan disiplin dalam mematuhi penatalaksanaan.
2.10. Web of caution

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. Pengkajian
Pengkajian yang dapat dilakukan pada klien dengan katarak adalah :
1) Identitas
Berisi nama, usia, jenis kelamin, alamat, dan keterangan lain mengenai identitas pasien. Pada pasien dengan katarak konginetal biasanya sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun, sedangakan pasien dengan katarak juvenile terjadi pada usia <> 40 tahun.
2) Riwayat penyakit sekarang
Merupakan penjelasan dari keluhan utama. Misalnya yang sering terjadi pada pasien dengan katarak adalah penurunan ketajaman penglihatan.
3) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit sistemik yang di miliki oleh pasien seperti DM, hipertensi, pembedahan mata sebelumnya, dan penyakit metabolic lainnya memicu resiko katarak.
4) Aktifitas istirahat
Gejala yang terjadi pada aktifitas istirahat yakni perubahan aktifitas biasanya atau hobi yang berhubungan dengan gangguan penglihatan.
5) Neurosensori
Gejala yamg terjadi pada neurosensori adalah gamgguam penglihatan kabur / tidak jelas, sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat atau merasa di runag gelap. Penglihatan berawan / kabur, tampak lingkaran cahaya / pelangi di sekitar sinar, perubahan kaca mata, pengobatan tidak memperbaikipenglihatan, fotophobia ( glukoma akut ).
Gejala tersebut ditandai dengan mata tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil ( katarak ), pupil menyempit dan merah atau mata keras dan kornea berawan ( glukoma berat dan peningkatan air mata ).
6) Nyeri / kenyamanan
Gejalanya yaitu ketidaknyamanan ringan / atau mata berair. Nyeri tiba-tiba / berat menetap atau tekanan pada atau sekitar mata, dan sakit kepala.
7) Pembelajaran / pengajaran
Pada pengkajian klien dengan gangguan mata ( katarak ) kaji riwayat keluarga apakah ada riwayat diabetes atau gangguan sistem vaskuler, kaji riwayat stress, alergi, gangguan vasomotor seperti peningkatan tekanan vena, ketidakseimbangan endokrin dan diabetes, serta riwayat terpajan pada radiasi, steroid / toksisitas fenotiazin.

3.2. Analisa Data
NO. DATA ETIOLOGI MASALAH KEPERAWATAN
1). DS : – Mata silau,penglihatan seperti terhalang asap yang makin lama makin tebal.
- Mata kabur, kesulitan membaca, pandangan ganda
- Kesulitan melihat ( focus ) pada jarak jauh atau dekat.
DO : – Pupil dilatasi, pupil berwarna putih.
- Pengembunan pada pupil, retina tidak nampak.
Ketuaan

H2O dlm lensa

O2

K, protein, ascorbic acid

Na dan Ca

Nukleus pada lensa menjadi coklat kekuningan

Lensa menjadi opak
Cahaya dipendarkan, tidak pada retina

Pandangan kabur / redup, menyilaukan susah melihat pada malam hari.

  • Gangguan persepsa sensori-perseptual penglihatan.

2). DS : – Riwayat trauma pada mata karena benda tajam / tumpul
- Mata kabur, pandangan ganda, mata silau.
DO : – Pupil dilatasi
- Pupil berwarna putih Trauma

Trauma benda tumpul / tajam menembus kapsul anterior

  • Resiko terhadap cedera

3). DS : – Riwayat operasi mata.
- Mata sensitive terhadap cahaya, gatal, air mata atau krusta yang berlebih, mata basah.
DO : – Kehilangan vitreus, bercak di belakang mata. Operasi mata sebelumnya

Reaksi radang

Terbentuk jaringan fibrosis sisa lensa yang tertinggal

  • Defisit perawatan diri

4). DS : – Riwayat penyakit DM
- Mata silau, ketajaman penglihatan berkurang, penglihatan kabur / tidak jelas
DO : – Pupil berwarna putih, retina sulit di lihat Penyakit sitemik : DM

Gangguan keseimbangan susunan sel lensa oleh faktor fisik atau kimiawi

gangguan kejernihan lensa

  • Kurang pengetahuan tentang kondisi

5). DS : -
DO: – Bercak putih di depan pupil
( leukokoria )
- Katarak terlihat segera setelah bayi lahir – 1 thn Defek kongenital

Infeksi virus prenatal

Gg metabolisme
serat lensa

Gg perkembangan embrio intraurine

Kekeruhan lensa pada neonatus

Rencana piñatalaksanaan pembedahan

  • Ansietas pre operasi-keluarga

6). DS : – Riwayat penggunaan obat- obatan dalam jangka waktu lama
- Riwayat terpapar zat-zat kimia ; rokok, alkohol.
- Mata silau, ketajaman penglihatan menurun, mata kabur
DO : – Pupil dilatasi, pupil berwarna putih, retina tidak Nampak. Rokok, alkohol, dan obat-obatan

Perubahan kimia dalam protein lensa

Koagulasi

Pembedahan lensa

  • Nyeri

7). DS : – Riwayat penggunaan obat- obatan dalam jangka waktu lama
- Riwayat terpapar zat-zat kimia ; rokok, alkohol.
- Mata silau, ketajaman penglihatan menurun, mata kabur
DO : – Pupil dilatasi, pupil berwarna putih, retina tidak Nampak Rokok, alkohol, dan obat-obatan

Perubahan kimia dalam protein lensa

Koagulasi

Pembedahan lensa

Lukas insisi pembedahan

  • Resiko infeksi

3.3. Diagnosa Keperawatan
Pre operasi
1) Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/status organ indera.
2) Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori penglihatan – kehilangan vitreus, pandangan kabur, perdarahan intraokuler.
3) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi, kurang terpajan/mengingat, keterbatasan kognitif.
4) Ansietas berhubungan prosedur penatalaksanaan / tindakan pembedahan
5) Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan gangguan penglihatan.
Post operasi
1) Nyeri berhubungan dengan trauma insisi.
2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur tindakan invasif insisi jaringan tubuh
3) Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/status organ indera.
4) Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori penglihatan – kehilangan vitreus, pandangan kabur, perdarahan intraokuler
3.4. Intervensi dan rasional
1) Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/status organ indera.

  • Tujuan :

Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu, mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.

  • Kriteria Hasil :

- Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
- Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.

INTERVENSI RASIONAL
ii. Tentukan ketajaman penglihatan, kemudian catat apakah satu atau dua mata terlibat.
Observasi tanda-tanda disorientasi.
iii. Orientasikan klien tehadap lingkungan.

iv. Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi, bicara dengan menyentuh.
v. Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata, dimana dapat terjadi bila menggunakan tetes mata.
vi. Ingatkan klien menggunakan kacamata katarak yang tujuannya memperbesar kurang lebih 25 persen, pelihatan perifer hilang dan buta titik mungkin ada.
vii. Letakkan barang yang dibutuhkan/posisi bel pemanggil dalam jangkauan/posisi yang tidak dioperasi. viii. Penemuan dan penanganan awal komplikasi dapat mengurangi resiko kerusakan lebih lanjut.

ix. Meningkatkan keamanan mobilitas dalam lingkungan.
x. Komunikasi yang disampaikan dapat lebih mudah diterima dengan jelas.
xi. Cahaya yang kuat menyebabkan rasa tak nyaman setelah penggunaan tetes mata dilator.

xii. Membantu penglihatan pasien.

xiii. Memudahkan pasien untuk berkomunikasi

2) Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori penglihatan – kehilangan vitreus,pandangan kabur, perdarahan intraokuler.

  • Tujuan:

Menyatakan pemahaman terhadap factor yang terlibat dalam kemungkinan cedera.

  • Kriteria hasil :

 Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan factor resiko dan untuk melindungi diri dari cedera.
 Mengubah lingkungan sesuai dengan indikasi untuk meningkatkan keamanan.

INTERVENSI RASIONAL
 Diskusikan apa yang terjadi tentang kondisi paska operasi, nyeri, pembatasan aktifitas, penampilan, balutan mata.
 Beri klien posisi bersandar, kepala tinggi, atau miring ke sisi yang tak sakit sesuai keinginan.
 Batasi aktifitas seperti menggerakan kepala tiba-tiba, menggaruk mata, membongkok.
 Ambulasi dengan bantuan : berikan kamar mandi khusus bila sembuh dari anestesi.
 Minta klien membedakan antara ketidaknyamanan dan nyeri tajam tiba-tiba, Selidiki kegelisahan, disorientasi, gangguan balutan.
Observasi hifema dengan senter sesuai indikasi. xiv. Kondisi mata post operasi mempengaruhi visus pasien

xv. Posisi menentukan tingkat kenyamanan pasien.

xvi. Aktivitas berlebih mampu meningkatkan tekanan intra okuler mata.

xvii. Visus mulai berkurang, resiko cedera semakin tinggi.

xviii. Pengumpulan Informasi dalam pencegahan komplikasi

3) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi, kurang terpajan/mengingat, keterbatasan kognitif.

  • Tujuan :

Klien menunjukkan pemahaman tentang kondisi, proses penyakit dan pengobatan.

  • Kriteria Hasil :

Melakukan dengan prosedur benar dan menjelaskan alasan tindakan.

INTERVENSI RASIONAL
xix. Pantau informasi tentang kondisi individu, prognosis, tipe prosedur, lensa.
Tekankan pentingnya evaluasi perawatan rutin, beritahu untuk melaporkan penglihatan berawan.
Identifikasi tanda/gejala memerlukan upaya evaluasi medis, misal : nyeri tiba-tiba.
xx. Informasikan klien untuk menghindari tetes mata yang dijual bebas.

xxi. Diskusikan kemungkinan efek/interaksi antar obat mata dan masalah medis klien.
xxii. Anjurkan klien menghindari membaca, berkedip, mengangkat berat, mengejan saat defekasi, membongkok pada panggul, dll.
xxiii. Anjurkan klien tidur terlentang. xxiv. Penemuan dan penanganan awal komplikasi dapat mengurangi resiko kerusakan lebih lanjut.

xxv. Cahaya yang kuat menyebabkan rasa tak nyaman setelah penggunaan tetes mata dilator.

xxvi. Aktivitas-aktivitas tersebut dapat meningkatkan tekanan intra okuler.
xxvii. Tidur terlentang dapat membantu kondisi mata agar lebih nyaman.

4) Ansietas berhubungan dengan prosedur penatalaksanaan / tindakan pembedahan.

  • Tujuan/kriteria evaluasi:

 Pasien mengungkapkan dan mendiskusikan rasa cemas/takutnya.
 Pasien tampak rileks tidak tegang dan melaporkan kecemasannya berkurang sampai pada tingkat dapat diatasi.
 Pasien dapat mengungkapkan keakuratan pengetahuan tentang pembedahan.

INTERVENSI RASIONAL
 Pantau tingkat kecemasan pasien dan catat adanya tanda- tanda verbal dan nonverbal.

 Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan isi pikiran dan perasaan takutnya.
 Observasi tanda vital dan peningkatan respon fisik pasien.
 Beri penjelasan pasien tentang prosedur tindakan operasi, harapan dan akibatnya.
 Beri penjelasan dan suport pada pasien pada setiap melakukan prosedur tindakan.
 Lakukan orientasi dan perkenalan pasien terhadap ruangan, petugas, dan peralatan yang akan digunakan.  Derajat kecemasan akan dipengaruhi bagaimana informasi tentang prosedur penatalaksanaan diterima oleh individu.
 Mengungkapkan rasa takut secara terbuka dimana rasa takut dapat ditujukan.
 Mengetahui respon fisiologis yang ditimbulkan akibat kecemasan.
 Meningkatkan pengetahuan pasien dalam rangka mengurangi kecemasan dan kooperatif.
 Mengurangi kecemasan dan meningkatkan pengetahuan .

 Mengurangi perasaan takut dan cemas.

5) Nyeri berhubungan dengan trauma insisi

  • Tujuan : pengurangan nyeri.

INTERVENSI RASIONAL
 Berikan obat untuk mengontrol nyeri dan TIO sesuai dengan resep.

 Berikan kompres dingin sesuai dengan permintaan untuk trauma tumpul.
 Kurangi tingkat pencahayaan.

 Dorong penggunaan kaca mata hitam pada cahaya yang kuat.  Pemakaian sesuai dengan resep akan mengurangi nyeri dan TIO dan meningkatkan rasa.
 Mengurangi edema akan mengurangi nyeri.

 Tingkat pencahayaan yang lebih rendah nyakan setelah pembedahan.
 Cahaya yang kuat menyebabkan rasa tak nyaman setelah penggunaan tetes mata dilator

6) Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan.

  • Tujuan : mampu memenuhi kebutuhan perawatan diri

INTERVENSI RASIONAL
 Beri instruksi kepada pasien atau orang terdekat mengenal tanda atau gejala komplikasi yang harus dilaporkan segera kepada dokter.
 Berikan instruksi lisan dan tertulis untuk pasien dan orang yang berati mengenal teknik yang benar memberikan obat.
 Evaluasi Perlunya bantuan setelah pemulangan.

 Ajari pasien dan keluarga teknik panduan penglihatan. xxviii. Penemuan dan penanganan awal komplikasi dapat mengurangi resiko kerusakan lebih lanjut.

xxix. Pemakaian teknik yang benar akan mengurangi resiko infeksi dan cedera mata.

xxx. Sumber daya harus tersedia untuk layanan kesehatan, pendampingan dan teman di rumah
xxxi. Memungkinkan tindakan yang aman dalam lingkungan.

7) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur tindakan invasif insisi jaringan tubuh.

  • Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi selama tindakan prosedur pembedahan ditandai dengan penggunaan teknik antiseptik dan desinfeksi secara tepat dan benar.

INTERVENSI RASIONAL
xxxii. Ciptakan lingkungan ruangan yang bersih dan babas dari kontaminasi dunia luar
xxxiii. Jaga area kesterilan luka operasi

xxxiv. Lakukan teknik aseptik dan desinfeksi secara tepat dalam merawat luka
xxxv. Kolaborasi terapi medik pemberian antibiotika profilaksis  1Mengurangi kontaminasi dan paparan pasien terhadap agen infektious.
 Mencegah dan mengurangi transmisi kuman.
 mencegah kontaminasi pathogen

 mencegah pertumbuhan dan perkembangan kuman.

Continue...


DIabetes Melitus

Posted by Nursing KIT and Healthy Care on 18.16 0 komentar

1.Pengertian diabetes mellitus


- Diabetes mellitus adalah penyakit dalam kronis yang kompleks yang mengakibatkan gangguan metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan berkembang menjadi komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis. (Barbara C. Long)
- Diabetes mellitus adalah suatu penyakit kronis yang menimbulkan gangguan multi sistem dan mempunyai karakteristik hyperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau kerja insulin yang tidak adekuat. (Brunner dan Sudart)
- Diabetes mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai karakteristik hyperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol (WHO).
- Diabetes mellitus adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang akibat peningkatan kadar glukosa darah yang disebabkan oleh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Suyono, 2002).

2.Etiologi


Etiologi dari diabetes mellitus tipe II sampai saat ini masih belum diketahui dengan pasti dari studi-studi eksperimental dan klinis kita mengetahui bahwa diabetes mellitus adalah merupakan suatu sindrom yang menyebabkan kelainan yang berbeda-beda dengan lebih satu penyebab yang mendasarinya.


Menurut banyak ahli beberapa faktor yang sering dianggap penyebab yaitu :
a.Faktor genetik
Riwayat keluarga dengan diabetes :
Pincus dan White berpendapat perbandingan keluarga yang menderita diabetes mellitus dengan kesehatan keluarga sehat, ternyata angka kesakitan keluarga yang menderita diabetes mellitus mencapai 8, 33 % dan 5, 33 % bila dibandingkan dengan keluarga sehat yang memperlihatkan angka hanya 1, 96 %.
b.Faktor non genetik
1.)Infeksi
Virus dianggap sebagai “trigger” pada mereka yang sudah mempunyai predisposisi genetic terhadap diabetes mellitus.
2.)Nutrisi
a.)Obesitas dianggap menyebabkan resistensi terhadap insulin.
b.)Malnutrisi protein
c.)Alkohol, dianggap menambah resiko terjadinya pankreatitis.

3.)Stres
Stres berupa pembedahan, infark miokard, luka bakar dan emosi biasanya menyebabkan hyperglikemia sementara.
4.)Hormonal
Sindrom cushing karena konsentrasi hidrokortison dalam darah tinggi, akromegali karena jumlah somatotropin meninggi, feokromositoma karena konsentrasi glukagon dalam darah tinggi, feokromositoma karena kadar katekolamin meningkat


3.Klasifikasi


Berdasarkan klasifikasi dari WHO (1985) dibagi beberapa type yaitu :
a.Diabetes mellitus type insulin, Insulin Dependen diabetes mellitus (IDDM) yang dahulu dikenal dengan nama Juvenil Onset diabetes (JOD), klien tergantung pada pemberian insulin untuk mencegah terjadinya ketoasidosis dan mempertahankan hidup. Biasanya pada anak-anak atau usia muda dapat disebabkan karena keturunan.
b.Diabetes mellitus type II, Non Insulin Dependen diabetes mellitus (NIDDM), yang dahulu dikenal dengan nama Maturity Onset diabetes (MOD) terbagi dua yaitu :
1.)Non obesitas
2.)Obesitas
Disebabkan karena kurangnya produksi insulin dari sel beta pankreas, tetapi biasanya resistensi aksi insulin pada jaringan perifer.
Biasanya terjadi pada orang tua (umur lebih 40 tahun) atau anak dengan obesitas.
c.Diabetes mellitus type lain
1.)diabetes oleh beberapa sebab seperti kelainan pankreas, kelainan hormonal, diabetes karena obat/zat kimia, kelainan reseptor insulin, kelainan genetik dan lain-lain.
2.)Obat-obat yang dapat menyebabkan huperglikemia antara lain :
Furasemid, thyasida diuretic glukortikoid, dilanting dan asam hidotinik
3.)diabetes Gestasional (diabetes kehamilan) intoleransi glukosa selama kehamilan, tidak dikelompokkan kedalam NIDDM pada pertengahan kehamilan meningkat sekresi hormon pertumbuhan dan hormon chorionik somatomamotropin (HCS). Hormon ini meningkat untuk mensuplai asam amino dan glukosa ke fetus.


4.Patofisiologi


Sebagian besar patologi diabetes mellitus dapat dikaitkan dengan satu dari tiga efek utama kekurangan insulin sebagai berikut : (1) Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, dengan akibat peningkatan konsentrasi glukosa darah setinggi 300 sampai 1200 mg/hari/100 ml. (2) Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah-daerah penyimpanan lemak, menyebabkan kelainan metabolisme lemak maupun pengendapan lipid pada dinding vaskuler yang mengakibatkan aterosklerosis. (3) Pengurangan protein dalam jaringan tubuh.
Akan tetapi selain itu terjadi beberapa masalah patofisiologi pada diabetes mellitus yang tidak mudah tampak yaitu kehilangan ke dalam urine klien diabetes mellitus. Bila jumlah glukosa yang masuk tubulus ginjal dan filtrasi glomerulus meningkat kira-kira diatas 225 mg.menit glukosa dalam jumlah bermakna mulai dibuang ke dalam urine. Jika jumlah filtrasi glomerulus yang terbentuk tiap menit tetap, maka luapan glukosa terjadi bila kadar glukosa meningkat melebihi 180 mg%.
Asidosis pada diabetes, pergeseran dari metabolisme karbohidrat ke metabolisme telah dibicarakan. Bila tubuh menggantungkan hampir semua energinya pada lemak, kadar asam aseto – asetat dan asam Bihidroksibutirat dalam cairan tubuh dapat meningkat dari 1 Meq/Liter sampai setinggi 10 Meq/Liter.


5.Gambaran Klinik


Gejala yang lazim terjadi, pada diabetes mellitus sebagai berikut :
Pada tahap awal sering ditemukan :
a.Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.
b.Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
c.Polipagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.
d.Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang. Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus
e.Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.

6.Diagnosis


Diagnosis diabetes mellitus umumnya dipikirkan dengan adanya gejala khas diabetes mellitus berupa poliuria, polidipsi, poliphagia, lemas dan berat badan menurun. Jika keluhan dan gejala khas ditemukan dan pemeriksaan glukosa darah sewaktu yang lebih 216 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosa


7.Penatalaksanaan


Tujuan utama penatalaksanaan klien dengan diabetes mellitus adalah untuk mengatur glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi acut dan kronik. Jika klien berhasil mengatasi diabetes yang dideritanya, ia akan terhindar dari hyperglikemia atau hypoglikemia. Penatalaksanaan diabetes tergantung pada ketepatan interaksi dari tiga faktor aktifitas fisik, diet dan intervensi farmakologi dengan preparat hyperglikemik oral dan insulin.
Pada penderita dengan diabetes mellitus harus rantang gula dan makanan yang manis untuk selamanya. Tiga hal penting yang harus diperhatikan pada penderita diabetes mellitus adalah tiga J (jumlah, jadwal dan jenis makanan) yaitu :
J I : jumlah kalori sesuai dengan resep dokter harus dihabiskan.
J 2 : jadwal makanan harus diikuti sesuai dengan jam makan terdaftar.
J 3 : jenis makanan harus diperhatikan (pantangan gula dan makanan manis).

Diet pada penderitae diabetes mellitus dapat dibagi atas beberapa bagian antara lain :
a.Diet A : terdiri dari makanan yang mengandung karbohidrat 50 %, lemak 30 %, protein 20 %.
b.Diet B : terdiri dari karbohidrat 68 %, lemak 20 %, protein 12 %.
c.Diet B1 : terdiri dari karbohidrat 60 %, lemak 20 %, protein 20 %.
d.Diet B1 dan B­2 diberikan untuk nefropati diabetik dengan gangguan faal ginjal.
Indikasi diet A :
Diberikan pada semua penderita diabetes mellitus pada umumnya.
Indikasi diet B :
Diberikan pada penderita diabetes terutama yang :
a.Kurang tahan lapan dengan dietnya.
b.Mempunyai hyperkolestonemia.
c.Mempunyai penyulit mikroangiopati misalnya pernah mengalami cerobrovaskuler acident (cva) penyakit jantung koroner.
d.Mempunyai penyulit mikroangiopati misalnya terdapat retinopati diabetik tetapi belum ada nefropati yang nyata.
e.Telah menderita diabetes dari 15 tahun
Indikasi diet B1
Diberikan pada penderita diabetes yang memerlukan diet protein tinggi, yaitu penderita diabetes terutama yang :
a.Mampu atau kebiasaan makan tinggi protein tetapi normalip idemia.
b.Kurus (underweight) dengan relatif body weight kurang dari 90 %.
c.Masih muda perlu pertumbuhan.
d.Mengalami patah tulang.
e.Hamil dan menyusui.
f.Menderita hepatitis kronis atau sirosis hepatitis.
g.Menderita tuberkulosis paru.
h.Menderita penyakit graves (morbus basedou).
i.Menderita selulitis.
j.Dalam keadaan pasca bedah.
Indikasi tersebut di atas selama tidak ada kontra indikasi penggunaan protein kadar tinggi.
Indikasi B2 dan B3
Diet B2
Diberikan pada penderita nefropati dengan gagal ginjal kronik yang klirens kreatininnya masih lebar dari 25 ml/mt.
Sifat-sifat diet B2
a.Tinggi kalori (lebih dari 2000 kalori/hari tetapi mengandung protein kurang.
b.Komposisi sama dengan diet B, (68 % hidrat arang, 12 % protein dan 20 % lemak) hanya saja diet B2 kaya asam amino esensial.
c.Dalam praktek hanya terdapat diet B2 dengan diet 2100 – 2300 kalori / hari.
Karena bila tidak maka jumlah perhari akan berubah.
Diet B3
Diberikan pada penderita nefropati diabetik dengan gagal ginjal kronik yang klibers kreatininnya kurang dari 25 MI/mt
Sifat diet B3
a.Tinggi kalori (lebih dari 2000 kalori/hari).
b.Rendah protein tinggi asam amino esensial, jumlah protein 40 gram/hari.
c.Karena alasan No 2 maka hanya dapat disusun diet B3 2100 kalori dan 2300 / hari. (bila tidak akan merubah jumlah protein).
d.Tinggi karbohidrat dan rendah lemak.
e.Dipilih lemak yang tidak jenuh.
Semua penderita diabetes mellitus dianjurkan untuk latihan ringan yang dilaksanakan secara teratur tiap hari pada saat setengah jam sesudah makan. Juga dianjurkan untuk melakukan latihan ringan setiap hari, pagi dan sore hari dengan maksud untuk menurunkan BB.
Penyuluhan kesehatan.
Untuk meningkatkan pemahaman maka dilakukan penyuluhan melalui perorangan antara dokter dengan penderita yang datang. Selain itu juga dilakukan melalui media-media cetak dan elektronik.

8.Komplikasi


a.Akut
1.)Hypoglikemia
2.)Ketoasidosis
3.)Diabetik
b.Kronik
1.)Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah jantung pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.
2.)Mikroangiopati mengenai pembuluh darah kecil retinopati diabetik, nefropati diabetic.
3.)Neuropati diabetic.

B.Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


Pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerja sama antara perawat dengan klien dan keluarga, untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal dalam melakukan proses terapeutik maka perawat melakukan metode ilmiah yaitu proses keperawatan.
Proses keperawatan merupakan tindakan yang berurutan yang dilakukan secara sistematis dengan latar belakang pengetahuan komprehensif untuk mengkaji status kesehatan klien, mengidentifikasi masalah dan diagnosa, merencanakan intervensi mengimplementasikan rencana dan mengevaluasi rencana sehubungan dengan proses keperawatan pada klien dengan gangguan sistem endokrin.


1.Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes mellitus dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari.
Hal yang perlu dikaji pada klien degan diabetes mellitus :
a.Aktivitas dan istirahat :
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma.
b.Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung.
c.Eliminasi
Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.
d.Nutrisi
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
e.Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.
f.Nyeri
Pembengkakan perut, meringis.
g.Respirasi
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
h.Keamanan
Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
i.Seksualitas
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria.

2.Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pengkajian data keperawatan yang sering terjadi berdasarkan teori, maka diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien diabetes mellitus yaitu :
a.Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik.
b.Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral.
c.Resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia.
d.Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori berhubungan dengan ketidakseimbangan glukosa/insulin dan atau elektrolit.
e.Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.
f.Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/progresif yang tidak dapat diobati, ketergantungan pada orang lain.
g.Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi informasi.

3.Rencana Keperawatan
a.Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik.
Tujuan :
Mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urine tepat secara individu, dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
1.)Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : Hypovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia.
2.)Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membran mukosa.
Rasional : Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi, atau volume sirkulasi yang adekuat.
3.)Pantau masukan dan keluaran, catat berat jenis urine.
Rasional : Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan dari terapi yang diberikan.
4.)Timbang berat badan setiap hari.
Rasional : Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
5.)Berikan terapi cairan sesuai indikasi.
Rasional : Tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respons pasien secara individual.


b.Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral.
Tujuan :
Mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat
Menunjukkan tingkat energi biasanya
Berat badan stabil atau bertambah.
Intervensi :
1.)Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan oleh pasien.
Rasional : Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik.
2.)Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi.
Rasional : Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorbsi dan utilisasinya).
3.)Identifikasi makanan yang disukai/dikehendaki termasuk kebutuhan etnik/kultural.
Rasional : Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam perencanaan makan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang.
4.)Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai indikasi.
Rasional : Meningkatkan rasa keterlibatannya; memberikan informasi pada keluarga untuk memahami nutrisi pasien.
5.)Berikan pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi.
Rasional : Insulin reguler memiliki awitan cepat dan karenanya dengan cepat pula dapat membantu memindahkan glukosa ke dalam sel.


c.Resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia.
Tujuan :
Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi.
Mendemonstrasikan teknik, perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.
Intervensi :
1).Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan.
Rasional : Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial.
2).Tingkatkan upaya untuk pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada semua orang yang berhubungan dengan pasien termasuk pasiennya sendiri.
Rasional : Mencegah timbulnya infeksi silang.
3).Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif.
Rasional : Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman.
4).Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh.
Rasional : Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada peningkatan resiko terjadinya kerusakan pada kulit/iritasi kulit dan infeksi.
5).Lakukan perubahan posisi, anjurkan batuk efektif dan nafas dalam.
Rasional : Membantu dalam memventilasi semua daerah paru dan memobilisasi sekret.


d.Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori berhubungan dengan ketidakseimbangan glukosa/insulin dan atau elektrolit.
Tujuan :
Mempertahankan tingkat kesadaran/orientasi.
Mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan sensori.
Intervensi :
1.)Pantau tanda-tanda vital dan status mental.
Rasional : Sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal
2.)Panggil pasien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan kebutuhannya.
Rasional : Menurunkan kebingungan dan membantu untuk mempertahankan kontak dengan realitas.
3.)Pelihara aktivitas rutin pasien sekonsisten mungkin, dorong untuk melakukan kegiatan sehari-hari sesuai kemampuannya.
Rasional : Membantu memelihara pasien tetap berhubungan dengan realitas dan mempertahankan orientasi pada lingkungannya.
4.)Selidiki adanya keluhan parestesia, nyeri atau kehilangan sensori pada paha/kaki.
Rasional : Neuropati perifer dapat mengakibatkan rasa tidak nyaman yang berat, kehilangan sensasi sentuhan/distorsi yang mempunyai resiko tinggi terhadap kerusakan kulit dan gangguan keseimbangan.


e.Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.
Tujuan :
Mengungkapkan peningkatan tingkat energi.
Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan.
Intervensi :
1.)Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas.
Rasional : Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas meskipun pasien mungkin sangat lemah.
2.)Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup.
Rasional : Mencegah kelelahan yang berlebihan.
3.)Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan tekanan darah sebelum/sesudah melakukan aktivitas.
Rasional : Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis.
4.)Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai toleransi.
Rasional : Meningkatkan kepercayaan diri/harga diri yang positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi.


f.Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/progresif yang tidak dapat diobati, ketergantungan pada orang lain.
Tujuan :
Mengakui perasaan putus asa
Mengidentifikasi cara-cara sehat untuk menghadapi perasaan.
Membantu dalam merencanakan perawatannya sendiri dan secara mandiri mengambil tanggung jawab untuk aktivitas perawatan diri.
Intervensi :
1.)Anjurkan pasien/keluarga untuk mengekspresikan perasaannya tentang perawatan di rumah sakit dan penyakitnya secara keseluruhan.
Rasional : Mengidentifikasi area perhatiannya dan memudahkan cara pemecahan masalah.
2.)Tentukan tujuan/harapan dari pasien atau keluarga.
Rasional : Harapan yang tidak realistis atau adanya tekanan dari orang lain atau diri sendiri dapat mengakibatkan perasaan frustasi.kehilangan kontrol diri dan mungkin mengganggu kemampuan koping.
3.)Berikan dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan diri sendiri dan berikan umpan balik positif sesuai dengan usaha yang dilakukannya.
Rasional : Meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi.
4.)Berikan dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan diri sendiri.
Rasional : Meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi.


g.Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/mengingat, keselahan interpretasi informasi.
Tujuan :
Mengungkapkan pemahaman tentang penyakit.
Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala dengan proses penyakit dan menghubungkan gejala dengan faktor penyebab.
Dengan benar melakukan prosedur yang perlu dan menjelaskan rasional tindakan.
Intervensi :
1.)Ciptakan lingkungan saling percaya
Rasional : Menanggapai dan memperhatikan perlu diciptakan sebelum pasien bersedia mengambil bagian dalam proses belajar.
2.)Diskusikan dengan klien tentang penyakitnya.
Rasional : Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pertimbangan dalam memilih gaya hidup.
3.)Diskusikan tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat.
Rasional : Kesadaran tentang pentingnya kontrol diet akan membantu pasien dalam merencanakan makan/mentaati program.
4.)Diskusikan pentingnya untuk melakukan evaluasi secara teratur dan jawab pertanyaan pasien/orang terdekat.
Rasional : Membantu untuk mengontrol proses penyakit dengan lebih ketat.

Continue...


Jumat, 20 Agustus 2010

Askep Tumor Otak

Posted by Nursing KIT and Healthy Care on 16.23 0 komentar

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

  1. 1. Definisi Pengertian
  • Tumor otak adalah tumor jinak pada selaput otak atau salah satu otak (Rosa Mariono, MA, Standard Asuhan Keperawatan, St. Carolus, 2000)
  • Tumor otak adalah lesi intra kranial yang menempati ruang dalam tulang tengkorak (buku ajar patofisiologi)
  • Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun ganas (maligna), membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial) atau di sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Neoplasma pada jaringan otak dan selaputnya dapat berupa tumor primer maupun metastase. Apabila sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri, disebut tumor otak primer dan bila berasal dari organ-organ lain (metastase) seperti ; kanker paru, payudara, prostate, ginjal dan lain-lain, disebut tumor otak sekunder.

  1. 2. Epidemiologi

Penderita tumor otak lebih banyak pada laki-laki (60,74 persen) dibanding perempuan (39,26 persen) dengan kelompok usia terbanyak 51 sampai ≥60 tahun (31,85 persen); selebihnya terdiri dari berbagai kelompok usia yang bervariasi dari 3 bulan sampai usia 50 tahun. Dari 135 penderita tumor otak, hanya 100 penderita (74,1 persen) yang dioperasi penuli,s dan lainnya (26,9 persen) tidak dilakukan operasi karena berbagai alasan, seperti; inoperable atau tumor metastase (sekunder). Lokasi tumor terbanyak berada di lobus parietalis (18,2 persen), sedangkan tumor-tumor lainnya tersebar di beberapa lobus otak, suprasellar, medulla spinalis, cerebellum, brainstem, cerebellopontine angle dan multiple. Dari hasil pemeriksaan Patologi Anatomi (PA), jenis tumor terbanyak yang dijumpai adalah; Meningioma (39,26 persen), sisanya terdiri dari berbagai jenis tumor dan lain-lain yang tak dapat ditentukan.

  1. 3. Penyebab

Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti, walaupun telah banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau, yaitu :

  • Herediter

— Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan baru, memperlihatkan faktor familial yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma tersebut tidak ada bukti-buakti yang kuat untuk memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang kuat pada neoplasma.

  • Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)

Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Tetapi ada kalanya sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh, menjadi ganas dan merusak bangunan di sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma.

  • Radiasi

Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya suatu glioma. Pernah dilaporkan bahwa meningioma terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.

  • Virus

— - Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses terjadinya neoplasma, tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.

  • Substansi-substansi Karsinogenik

— - Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan.

  • Trauma
    Trauma yang berulang menyebabkan terjadinya meningioma (neoplasma selaput otak). Pengaruh trauma pada patogenesis neoplasma susunan saraf pusat belum diketahui.

  1. 4. Klasifikasi
  • Berdasarkan jenis tumor
    1) Jinak
    - Acoustic neuroma
    - Meningioma
    - Pituitary adenoma
    - Astrocytoma (grade I)

    2) Malignant
    - Astrocytoma (grade 2,3,4)
    - Oligodendroglioma
    - Apendymoma

    b. Berdasarkan lokasi
    1) Tumor intradural
    a) Ekstramedular
    - Cleurofibroma
    - Meningioma

    b) Intramedular
    - Apendymoma
    - Astrocytoma
    - Oligodendroglioma
    - Hemangioblastoma

    2) Tumor ekstradural
    Merupakan metastase dari lesi primer, biasanya pada payudara, prostal, tiroid, paru–paru, ginjal dan lambung.

  1. 5. Patofisiologi

Tumor otak menyebabkan gangguan neurologik progresif. Gangguan neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh dua faktor : gangguan fokal disebebkan oleh tumor dan kenaikan tekanan intracranial.

Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak, dan infiltrasi atau invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron.
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang bertumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan serebrovaskuler primer.

Serangan kejang sebagai gejala perunahan kepekaan neuron dihubungkan dengan kompesi invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan otak. Bebrapa tumor membentuk kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat ganggguan neurologist fokal.

Peningkatan tekanan intrakranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor : bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor, dan perubahan sirkulasi cairan serebrospinal.

Beberapa tumor dapat menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan edema yang disebabkan oleh kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan kenaikan volume intracranial dan meningkatkan tekanan intracranial. Obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikel lateral ke ruangan subaraknoid menimbulkan hidrosefalus.
Peningkatan tekanan intracranial akan membahayakan jiwa. Mekanisme kompensasi memerlukan waktu lama untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tak berguna apabila tekanan intrakranial timbul cepat.

Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darah intracranial, volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan mengurangi sel-sel parenkim, kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasi unkus atau serebelum yang timbul bilagirus medialis lobus temporalis bergeser ke inferior melalui insisura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan mesensenfalon, menyebabkan hilangnya kesadaran dan menekan saraf otak ketiga. Kompresi medula oblogata dan henti

pernafasan terjadi dengan cepat.

Perubahan fisiologi lain terjadi akibat peningkatan intracranial yang cepat adalah bradikardia progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan nadi), dan gangguan pernafasan.

  1. 6. Gejala Klinik

Tumor otak merupakan penyakit yang sukar terdoagnosa secara dini, karena pada awalnya menunjukkan berbagai gejala yang menyesatkan dan eragukan tapi umumnya berjalan progresif.

—-

Manifestasi klinis tumor otak dapat berupa:

  • Gejala serebral umum

—- Dapat berupa perubahan mental yang ringan (Psikomotor asthenia), yang dapat dirasakan oleh keluarga dekat penderita berupa: mudah tersinggung, emosi, labil, pelupa, perlambatan aktivitas mental dan sosial, kehilangan inisiatif dan spontanitas, mungkin diketemukan ansietas dan depresi. Gejala ini berjalan progresif dan dapat dijumpai pada 2/3 kasus

1. Nyeri Kepala

—- Diperkirakan 1% penyebab nyeri kepala adalah tumor otak dan 30% gejala awal tumor otak adalah nyeri kepala. Sedangkan gejala lanjut diketemukan 70% kasus. Sifat nyeri kepala bervariasi dari ringan dan episodik sampai berat dan berdenyut, umumnya bertambah berat pada malam hari dan pada saat bangun tidur pagi serta pada keadaan dimana terjadi peninggian tekanan tinggi intrakranial. Adanya nyeri kepala dengan psikomotor asthenia perlu dicurigai tumor otak.

2. Muntah

—- Terdapat pada 30% kasus dan umumnya meyertai nyeri kepala. Lebih sering dijumpai pada tumor di fossa posterior, umumnya muntah bersifat proyektif dan tak disertai dengan mual.

3. Kejang

—- Bangkitan kejang dapat merupakan gejala awal dari tumor otak pada 25% kasus, dan lebih dari 35% kasus pada stadium lanjut. Diperkirakan 2% penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak. Perlu dicurigai penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak bila:

  • Bagkitan kejang pertama kali pada usia lebih dari 25 tahun
  • Mengalami post iktal paralisis
  • Mengalami status epilepsi
  • Resisten terhadap obat-obat epilepsi
  • Bangkitan disertai dengan gejala TTIK lain
  • Bangkitan kejang ditemui pada 70% tumor otak dikorteks, 50% pasen dengan astrositoma, 40% pada pasen meningioma, dan 25% pada glioblastoma.

4. Gejala Tekanan Tinggi Intrakranial

—- Berupa keluhan nyeri kepala di daerah frontal dan oksipital yang timbul pada pagi hari dan malam hari, muntah proyektil dan enurunan kesadaran. Pada pemeriksaan diketemukan papil udem. Keadaan ini perlu tindakan segera karena setiap saat dapat timbul ancaman herniasi. Selain itu dapat dijumpai parese N.VI akibat teregangnya N.VI oleh TTIK. Tumor-tumor yang sering memberikan gejala TTIK tanpa gejala-gejala fokal maupun lateralisasi adalah meduloblatoma, spendimoma dari ventrikel III, haemangioblastoma serebelum dan craniopharingioma.

—- Gejala spesifik tumor otak yang berhubungan dengan lokasi:

1. Lobus frontal

  • Menimbulkan gejala perubahan kepribadian
  • Bila tumor menekan jaras motorik menimbulkan hemiparese kontra lateral, kejang fokal
  • Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan inkontinentia
  • Bila tumor terletak pada basis frontal menimbulkan sindrom foster kennedy
  • Pada lobus dominan menimbulkan gejala afasia

2. Lobus parietal

  • Dapat menimbulkan gejala modalitas sensori kortikal hemianopsi homonym
  • Bila terletak dekat area motorik dapat timbul kejang fokal dan pada girus angularis menimbulkan gejala sindrom gerstmann’s

3. Lobus temporal

  • Akan menimbulkan gejala hemianopsi, bangkitan psikomotor, yang didahului dengan aura atau halusinasi
  • Bila letak tumor lebih dalam menimbulkan gejala afasia dan hemiparese
  • Pada tumor yang terletak sekitar basal ganglia dapat diketemukan gejala choreoathetosis, parkinsonism.

4. Lobus oksipital

  • Menimbulkan bangkitan kejang yang dahului dengan gangguan penglihatan
  • Gangguan penglihatan yang permulaan bersifat quadranopia berkembang menjadi hemianopsia, objeckagnosia

5. Tumor di ventrikel ke III

  • Tumor biasanya bertangkai sehingga pada pergerakan kepala menimbulkan obstruksi dari cairan serebrospinal dan terjadi peninggian tekanan intrakranial mendadak, pasen tiba-tiba nyeri kepala, penglihatan kabur, dan penurunan kesadaran

6. Tumor di cerebello pontin angie

  • Tersering berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma
  • Dapat dibedakan dengan tumor jenis lain karena gejala awalnya berupa gangguan fungsi pendengaran
  • Gejala lain timbul bila tumor telah membesar dan keluar dari daerah pontin angel

7. Tumor Hipotalamus

  • Menyebabkan gejala TTIK akibat oklusi dari foramen Monroe
  • Gangguan fungsi hipotalamus menyebabkan gejala: gangguan perkembangan seksuil pada anak-anak, amenorrhoe,dwarfism, gangguan cairan dan elektrolit, bangkitan

8. Tumor di cerebelum

  • Umumnya didapat gangguan berjalan dan gejala TTIK akan cepat erjadi disertai dengan papil udem
  • Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang menjalar keleher dan spasme dari otot-otot servikal

9. Tumor fosa posterior

  • Diketemukan gangguan berjalan, nyeri kepala dan muntah disertai dengan nystacmus, biasanya merupakan gejala awal dari medulloblastoma.

—-

  1. 7. Diagnosis

Bagi seorang ahli bedah saraf dalam menegakkan diagnosis tumor otak adalah dengan mengetahui informasi jenis tumor, karakteristiknya, lokasinya, batasnya, hubungannya dengan system ventrikel, dan hubungannya dengan struktur vital otak misalnya sirrkulus willisi dan hipotalamus. Selain itu juga diperlukan periksaan radiologist canggih yang invasive maupun non invasive. Pemeriksaan non invasive mencakup ct scan dan mri bila perlu diberikan kontras agar dapat mengetahui batas-batas tumor.Pemeriksaan invasive seperti angiografi serebral yang dapat memberikan gambaran system pendarahan tumor, dan hungannya dengan system pembuluh darah sirkulus willisy selain itu dapat mengetahui hubungan massa tumor dengan vena otak dan sinus duramatrisnya yang fital itu.

Untuk menegakkan diagnosis pada penderita yang dicurigai menderita tumor otak yaitu melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik neurologik yang teliti, adapun pemeriksaan penunjang yang dapat membantu yaitu CT-Scan dan MRI. () Dari anamnesis kita dapat mengetahui gejala-gejala yang dirasakan oleh penderita yang mungkin sesuai dengan gejala-gejala yang telah diuraikan di atas. Misalnya ada tidaknya nyeri kepala, muntah dan kejang. Sedangkan melalui pemeriksaan fisik neurologik mungkin ditemukan adanya gejala seperti edema papil dan deficit lapangan pandang.

  1. 8. Komplikasi

Adapun komplikasi yang dapat kita temukan pada pasien yang menderita tumor otak ialah :
a. Gangguan fisik neurologist
b. Gangguan kognitif
c. Gangguan tidur dan mood
d. Disfungsi seksual

  1. 9. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan yang dilakukuan untuk mengkaji tumor otak adalah :

  • Pengkajian saraf
  • Pergerakan mata
  • Penglihatan : penurunan lapang pandang, penglihatan kabur
    • Pendengaran : tinitus, penurunan pendengaran, halusinasi
    • Pengkajian reflek
    • Keseimbangan dan koordinasi
    • Penciuman dan sentuhan
    • Abstract thinking
    • Memori
      • Motorik : hiperekstensi, kelemahan sendi
      • Jantung : bradikardi, hipertensi
      • Sistem pernafasan : irama nafas meningkat, dispnea, potensial obstruksi jalan nafas, disfungsi neuromuskuler
      • Sistem hormonal : amenorea, rambut rontok, diabetes melitus

  1. 10. Pemeriksaan Diagnostik
    1. Arterigrafi atau Ventricolugram ; untuk mendeteksi kondisi patologi pada sistem ventrikel dan cisterna.
    2. CT – SCAN ; Dasar dalam menentukan diagnosa.
    3. Radiogram ; Memberikan informasi yang sangat berharga mengenai struktur, penebalan dan klasifikasi; posisi kelenjar pinelal yang mengapur; dan posisi selatursika.
    4. Elektroensefalogram (EEG) ; Memberi informasi mengenai perubahan kepekaan neuron.
    5. Ekoensefalogram ; Memberi informasi mengenai pergeseran kandungan intra serebral.
    6. Sidik otak radioaktif ; Memperlihatkan daerah-daerah akumulasi abnormal dari zat radioaktif. Tumor otak mengakibatkan kerusakan sawar darah otak yang menyebabkan akumulasi abnormal zat radioaktif

  1. 11. Diagnosis Banding

Gejala yang paling sering dari tumor otak adalah peningkatan tekanan intrakranial, kejang dan tanda deficit neurologik fokal yang progresif. Setiap proses desak ruang di otak dapat menimbulkan gejala di atas, sehingga agak sukar membedakan tumor otak dengan beberapa hal berikut :

  • Abses intraserebral
  • Epidural hematom
  • Hipertensi intrakranial benigna
  • Meningitis kronik.

  1. 12. Prognosis

Prognosisnya tergantung jenis tumor spesifik. Berdasarkan data di Negara-negara maju, dengan diagnosis dini dan juga penanganan yang tepat melalui pembedahan dilanjutkan dengan radioterapi, angka ketahanan hidup 5 tahun (5 years survival) berkisar 50-60% dan angka ketahanan hidup 10 tahun (10 years survival) berkisar 30-40%. Terapi tumor otak di Indonesia secara umum prognosisnya masih buruk, berdasarkan tindakan operatif yang dilakukan pada beberapa rumah sakit di Jakarta.

  1. 13. Therapi/Tindakan
    a. Pembedahan

Pembedahan dilaksanakan untuk menegakkan diagnosis histologik dan untuk mengurangi efek akibat massa tumor. Kecuali pada tipe-tipe tumor tertentu yang tidak dapat direseksi.

Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu pembedahan tumor otak yakni: diagnosis yang tepat, rinci dan seksama, perencanaan dan persiapan pra bedah yang lengkap, teknik neuroanastesi yang baik, kecermatan dan keterampilan dalam pengangkatan tumor, serta perawatan pasca bedah yang baik, Berbagai cara dan teknik operasi dengan menggunakan kemajuan teknologi seperti mikroskop, sinar laser, ultrasound aspirator, bipolar coagulator, realtime ultrasound yang membantu ahli bedah saraf mengeluarkan massa tumor otak dengan aman.
b. Radiotherapi

Biasanya merupakan kombinasi dari terapi lainnya tapi tidak jarang pula merupakan therapi tunggal.Adapun efek samping : kerusakan kulit di sekitarnya, kelelahan, nyeri karena inflamasi pada nervus atau otot pectoralis, radang tenggorkan.
c. Chemotherapy

- Jika tumor tersebut tidak dapat disembuhkan dengan pembedahan, kemoterapi tetap diperlukan sebagai terapi tambahan dengan metode yang beragam. Pada tumor-tumor tertentu seperti meduloblastoma dan astrositoma stadium tinggi yang meluas ke batang otak, terapi tambahan berupa kemoterapi dan regimen radioterapi dapat membantu sebagai terapi paliatif.Pemberian obat-obatan anti tumor yang sudah menyebar dalam aliran darah.Efek samping : lelah, mual, muntah, hilang nafsu makan, kerontokan membuat, mudah terserang penyakit.
d. Manipulasi hormonal.

Biasanya dengan obat golongan tamoxifen untuk tumor yang sudah bermetastase

e. Terapi Steroid

Steroid secara dramatis mengurangi edema sekeliling tumor intrakranial, namun tidak berefek langsung terhadap tumor.

  1. B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

I. Pengkajian

Data Subjektif

v Identitas Pasien dan Penanggung Jawab

  • Nama
  • Jenis kelamin
  • Usia
  • Status
  • Agama
  • Alamat
  • Pekerjaan
  • Pendidikan
  • Bahasa
  • Suku bangsa
  • Dx Medis
  • Sumber biaya

v Riwayat keluarga

  • Genogram
  • Keterangan genogram

v Status kesehatan

  • Status kesehatan saat ini

- Keluhan Utama (saat MRS dan saat ini)

- Alasan MRS dan perjalanan penyakit saat ini

- Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya

  • Status kesehatan masa lalu

- Penyakit yang pernah dialami

- Pernah dirawat

- Alergi

- Kebiasaan (merokok/kopi/alcohol atau lain – lain yang merugikan kesehatan)

  • Riwayat penyakit keluarga
  • Diagnosa Medis dan Therapi

.

v Dikaji berdasarkan 14 kebutuhan dasar menurut Virginia Handerson, yaitu :

  1. Bernafas

Dikaji apakah pasien mengalami gangguan pernafasan, sesak, atau batuk, serta ukur respirasi rate.

  1. Makan

Dikaji apakah klien menghabiskan porsi makan yang telah disediakan RS, apakah pasien mengalami mual atau muntah ataupun kedua-duanya.

  1. Minum

Dikaji kebiasaan minum pasien sebelum dan saat berada di RS, apakah ada perubahan (lebih banyak minum atau lebih sedikit dari biasanya).

  1. Eliminasi (BAB / BAK)

Dikaji pola buang air kecil dan buang air besar.

  1. Gerak dan aktifitas

Dikaji apakah pasien mengalami gangguan/keluhan dalam melakukan aktivitasnya saat menderita suatu penyakit (dalam hal ini adalah setelah didiagnosa mengalami alergi) atau saat menjalani perawatan di RS.

  1. Rasa Nyaman

Dikaji kondisi pasien yang berhubungan dengan gejala-gejala penyakitnya, misalnya pasien merasa nyeri di perut bagian kanan atas (dikaji dengan PQRST : faktor penyebabnya, kualitas/kuantitasnya, lokasi, lamanya dan skala nyeri)

  1. Kebersihan Diri

Dikaji kebersihan pasien saat dirawat di RS

  1. Rasa Aman

Dikaji apakah pasien merasa cemas akan setiap tindakan keperawatan yang diberikan kepadanya, dan apakah pasien merasa lebih aman saat ditemani keluarganya selama di RS.

  1. Sosial dan komunikasi

Dikaji bagaimana interaksi pasien terhadap keluarga, petugas RS dan lingkungan sekitar (termasuk terhadap pasien lainnya).

  1. Pengetahuan

Dikaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya yang diderita saat ini dan terapi yang akan diberikan untuk kesembuhannya.

  1. Rekreasi

Dikaji apakah pasien memiliki hobi ataupun kegiatan lain yang ia senangi.

  1. Spiritual

Dikaji bagaimana pendapat pasien tentang penyakitnya, apakah pasien menerima penyakitnya adalah karena murni oleh penyakit medis ataupun sebaliknya.

Data Objektif

v Pemeriksaan fisik

¶ Pemeriksaan fisik

  • Keadaan umum

- Tingkat kesadaran CCS

  • Tanda-tanda vital
  • Keadaan fisik
    • Kepala dan leher
    • Dada
    • Payudara dan ketiak
    • Abdomen
    • Genitalia
    • Integument
    • Ekstremitas
    • Pemeriksaan neurologist

Pengkajian saraf cranial

  1. Olfaktori(penciuman )
  2. Optic (penglihatan )
  3. Okulomotor(gerak ekstraokular mata,dilatasi pupil)
  4. Troklear(gerak bola mata ke atas ke bawah)
  5. Trigeminal(sensori kulit wajah,pergerakan otot rahang)
  6. Abdusens(gerakan bola mata menyamping)
  7. Fasial(ekspresi fasial dan pengecapan)
  8. Auditori(pendengaran)
  9. Glosofaringeal(pengecapan,kemampuan menelan,gerak lidah)

10. Vagus(sensasi faring,gerakan pita suara)

11. Aksesori(gerakan kepala dan bahu)

12. Hipoglosal(posisi lidah)

  • Pemeriksaan ROM AKTIF & PASIF

v Pemeriksaan Penunjang

  • Arterigrafi atau Ventricolugram ; untuk mendeteksi kondisi patologi pada sistem ventrikel dan cisterna.
  • CT – SCAN ; Dasar dalam menentukan diagnosa.
  • Radiogram ; Memberikan informasi yang sangat berharga mengenai struktur, penebalan dan klasifikasi; posisi kelenjar pinelal yang mengapur; dan posisi selatursika.
  • Elektroensefalogram (EEG) ; Memberi informasi mengenai perubahan kepekaan neuron.
  • Ekoensefalogram ; Memberi informasi mengenai pergeseran kandungan intra serebral.
  • Sidik otak radioaktif ; Memperlihatkan daerah-daerah akumulasi abnormal dari zat radioaktif. Tumor otak mengakibatkan kerusakan sawar darah otak yang menyebabkan akumulasi abnormal zat radioaktif

2. Diagnosa Keperawatan

  1. Gangguan perfusi cerebral berhungan dengan
  2. Nyeri akut berhubungan dengan
  3. Resiko cidera berhungan dengan
  4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan
  5. Ansietas berhubungan dengan
  6. Resiko kekurangan nutrisi

3.Rencana tindakan

Dx1. Nyeri akut berhubungan dengan

Tujuan :Setelah diberikan askep selama …..x24 jam,diharapakan nyeri yang dirasakan pasien berkurang dengan ,kriteria hasil:

  • Klien melaporkan nyeri berkurang/terkontrol,
  • Wajah pasien tidak meringis

Intervensi :

mandiri
1. Teliti keluhan nyeri: intensitas, karakteristik, lokasi, lamanya, faktor yang memperburuk dan meredakan.

R/ Nyeri merupakan pengalaman subjektif dan harus dijelaskan oleh pasien. Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan merupakan suatu hal yang amat penting untuk memilih intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi yang diberikan.

2. Observasi adanya tanda-tanda nyeri non verbal seperti ekspresi wajah, gelisah, menangis/meringis, perubahan tanda vital.

R/ Merupakan indikator/derajat nyeri yang tidak langsung yang dialami.

3. Instruksikan pasien/keluarga untuk melaporkan nyeri dengan segera jika nyeri timbul.

R/ Pengenalan segera meningkatkan intervensi dini dan dapat mengurangi beratnya serangan.

4. Berikan kompres dingin pada kepala.

R/ Meningkatkan rasa nyaman dengan menurunkan vasodilatasi

Kolaborsi

  1. Berikan analgesik sesuai indikasi atau program medis.

R/ : menurunkan nyeri

Dx 2. Gangguan perfusi cerebral berhungan dengan

Tujuan :setelah diberikan askep selama ….x24 jam,diharapkan gangguan perfusi jaringan berkurang/hilang,dengan kriteria hasil:

  • Pasien dapat mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan.kognisi,dan fungsi motorik/sensorik
  • Tanda-tanda vita stabil

Intervensi :

mandiri

1.Tentukan faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu, yang dapat menyebabkan penurunan perfusi dan potensial peningkatan TIK

R/untuk menentukan pilihan intervensi yang tepat
2. Catat status neurologi secara teratur, badingkan dengan nilai standart

R/mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial adanya peningkatan TIK
3.Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana

R/ mengukur kesadaran secara keseluruhan
4. Pantau tekanan darah

R/normalnya,autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang konstan pada saat fluktasi tekanan darah sistemik
5.Evaluasi : pupil, keadaan pupil, catat ukuran pupil, ketajaman pnglihatan dan penglihatan kabur

R/gangguan penglihatan yang dapat diakibatkan oleh kerusakan mikroskopik pada otak ,mempunyai konskuensi terhadap keamanan dan akan mempengaruhi intervensi
5Pantau suhu lingkungan sesuai indikasi

R/demam dapat mencerminkan kerusakan hipotalamus .selanjutnya akan terjadi peningkatan TIK
6. Pantau intake, output, dan ukur berat badan sesuai indikasi

R/ bermanfaat sebagai indicator dari total cairan tubuh yang terintegrasi dengan perfusi jaringan
7.Perhatikan adanya gelisah meningkat, tingkah laku yang tidak sesuai
R/petunjuk nonverbal ini mengindikasikan adanya peningkatan TIK

8.Hindari /batasi penggunaan restein

R/restein mekanik dapat menanbah respons melawan yang akan meningkatkan TIK

Kolaborasi

1.tinggikan kepala pasien 15-45 derajat sesuai indikasi yang dapat ditoleransi

R/meningkatkan aliran balik vena dari kepala,sehingga akan mengurangi kongesti dan
edema atau resiko terjadi peningkatan TIK

Dx 3 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah dan tidak nafsu makan.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama ….x24 jam ,diharapkan Kebutuhsn nutrisi dapat terpenuhi ,dengan criteria hasil:
-Nutrisi klien terpenuhi
- Mual berkurang sampai dengan hilang.
Intervensi

mandiri

1.Hidangkan makanan dalam porsi kecil tapi sering dan hangat.
R/ Makanan yang hangat menambah nafsu makan.
2. Kaji kebiasaan makan klien.
R/ Jenis makanan yang disukai akan membantu meningkatkan nafsu makan klien.
3. Ajarkan teknik relaksasi yaitu tarik napas dalam.
R/ Tarik nafas dalam membantu untuk merelaksasikan dan mengurangi mual.
4. Timbang berat badan bila memungkinkan.
R/ Untuk mengetahui kehilangan berat badan.

Kolaborasi
5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian vitamin
R/ Mencegah kekurangan karena penurunan absorsi vitamin larut dalam lemak

Continue...